Adakah di antara moms & dads yang menyaksikan keresahan anak remaja di masa pandemi ini?
Dulu ketika kondisi masih normal dimana mereka bisa pergi kemana saja, kapan saja dan dengan siapa saja, ada begitu banyak aktivitas yang bisa mereka lakukan. Mulai dari hangout di cafe, belajar kelompok, latihan sepak bola dan masih banyak lagi lainnya, begitu mudahnya mereka lakukan.
Emangnya sekarang anak remaja enggak bisa ngapa-ngapain?
Enggak juga sih ya. Anak-anak kita masih bisa berteman secara ONLINE. Yup, komunikasi dengan teman sebaya kini mau tak mau harus dilakukan secara daring. Kuat-kuatan aja nih orangtuanya membekali dengan quota data. 😅
Di balik keceriaan anak-anak remaja kita saat hahahihi dengan temannya secara daring, ada banyak kekhawatiran juga yang terselip di hati kita sebagai orangtua. Apakah kesehatan mental anak kita terjamin dengan kondisi seperti ini?
Kesehatan Mental Remaja, Pentingkah?
Hai para pembaca blog BocahRenyah, senang sekali deh Ibu bisa kembali mengikuti webinar yang memberikan banyak insight terkait dunia parenting. SMA Pintar Lazuardi menghadirkan psikolog dan juga mom influencer yang memberikan sharing penuh manfaat bagi orangtua jaman now.
Mengapa anak jaman now butuh perhatian khusus, terutama terkait kesehatan mentalnya?
Anak-anak yang masuk Generasi Z (Genzy) memiliki karakteristik khusus yang membuat mereka berbeda dengan angkatan sebelumnya, termasuk generasi di saat orangtuanya tumbuh berkembang. Sejak kecil Genzy telah akrab dengan teknologi. Kecerdasan Genzy dalam penggunakan gawai sudah tak perlu diragukan lagi.
Tingginya screen time anak di masa pandemi ini tak bisa dihindarkan lagi. Berbagai pelajaran dari sekolah harus diterima melalui gawai. Selepas mengerjakan tugas sekolah, anak kembali bergelut dengan gawai. Scrolling media sosial lah, nge-game, dan berbagai aktivitas lainnya.
Salah satu hal yang pernah Ibu rasakan adalah keresahan ketika melihat level emosi Adek (anak kedua) meningkat sejak pandemi. Adakah mom yang juga menyaksikan ketika anak sedang mabar (main bareng), dia jadi hobi berteriak dan marah-marah. Bahkan mungkin jika tidak sedang ditungguin bisa jadi mengeluarkan kata-kata kasar yang kurang sopan.
Duh duuuh... pening lah tentunya ya melihat hal seperti ini. Setali tiga uang dengan adiknya, Kakak pun makin sibuk dengan gawainya. Terkadang untuk mengantisipasi yang terjadi di dunia nyata pun sudah tercampur aduk dengan kesibukan di dunia maya itu.
Alhamdulillah mendapatkan pencerahan dari psikolog Alia Mufida yang hadir pada webinar kali ini. Beliau menyatakan bahwa remaja memang rentan menghadapi permasalahan kesehatan mental. Hal ini terkait dengan berbagai perubahan yang terjadi pada diri mereka.
Menjadi remaja bukanlah hal yang mudah. Terlalu banyak harapan yang dibebankan kepada mereka. - Alia Mufida
Untuk itulah orangtua disarankan untuk selalu mendampingi putra-putrinya, termasuk dalam hal penggunaan gawai tadi. Kita tak bisa melarang anak untuk mengenal gawai, namun sebagai orangtua kita tetap bertanggung jawab untuk mengontrol apa saja yang diakses anak pada gawai tersebut.
Masa remaja bisa menjadi masa yang sangat beresiko akan terjadinya masalah kesehatan mental. Kenapa?
Remaja sedang melalui banyak sekali perubahan, dari sisi fisik, emosional dan sosial. Mereka juga harus menghadapi banyak tantangan dalam waktu yang singkat. Hal ini semua terjadi di saat otak remaja sedang berubah menjadi dewasa (under reparation).
Ciri-ciri remaja yang memiliki kesehatan mental yang baik adalah sebagai berikut:
- Merasa bahagia dan positif mengenai diri sendiri
- Memiliki hubungan yang sehat dengan keluarga dan teman
- Punya banyak aktivitas
- Bisa melenting kembali ke titik netral dari situasi sedih dan kecewa (resilient)
- Memiliki sense of achieving
- Merasa diterima dan signifikan di lingkungannya
- Bisa relaks dan istirahat
- Melakukan aktivitas bersama keluarga dan berusaha makan sehat
Apakah anak remaja moms & dads memiliki ciri-ciri seperti di atas?
Orangtua tentu saja memiliki peran penting untuk mendampingi tumbuh kembang anak remaja. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orangtua agar remaja memiliki kesehatan mental yang baik, yaitu:
- Tunjukkan rasa cinta dan kasih sayang kepada anak. Koneksi positif adalah sesuatu yang selalu harus menjadi tujuan (connect before correct).
- Tunjukkan ketertarikan kita dengan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan anak remaja sekarang. Hargai usaha-usahanya dan apa yang sudah dicapainya. Hargai juga ide-ide dan opini yang mereka sampaikan.
- Usahakan selalu ada waktu one-on-one bersama mereka dan juga waktu bersama sebagai satu keluarga (try to enjoy and have fun spending time with them).
- Penting untuk ngobrolin apa saja yang dirasakan anak remaja kita. Anak akan merasa mereka tidak sendirian dan ada yang mengerti mengenai apa yang sedang mereka lalui (even if we think it's a tiny problem).
- Listen, listen, listen..... listen more
- Sebisa mungkin tidak membesar-besarkan hal kecil, pun tidak mengecilkan yang besar. Jika kita khawatir, sampaikan kekhawatiran kita dengan cara yang baik.
Salah satu upaya untuk menjaga mental remaja tetap sehat adalah dengan menjaga kesehatan fisik. Kesehatan fisik sangat berkaitan erat dengan kesehatan mental.
Apabila remaja sedang mengalami tekanan/stress, yang bisa dilakukan oleh orangtua untuk membantunya adalah :
- Monitor dan peka
Orangtua perlu melatih kepekaan dan terus memonitor kondisi remaja yang sedang stress. Meringankan beban remaja yang terlihat overloaded bisa dilakukan jika orangtua memonitor secara intensif tahapan perkembangan jiwanya. - Stress management
Ajak anak belajar bersama tentang stress management dan menjadi role model dalam mengatasi stress dalam kehidupan - Exercise regularly
Ajaklah anak untuk banyak melakukan kegiatan fisik yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat dan olahraga.
Tuh kaann.. kadang-kadang poin-poin di atas ini luput dari perhatian orangtua. Ibu jadi merasa ditabok deh dengan penjelasan dari Mb Alia Mufida tadi.
Selain menghadirkan pakar dalam hal psikologi, webinar ini juga menampilkan sosok ibu yang selama ini mendampingi anak remajanya dalam keseharian. Ada Mba Dya Loretta (Dylo) dan Zata Ligouw yang secara renyah melakukan sharing tentang pengalaman mereka selama ini.
Menurut Mb Dylo, orangtua harus mampu melepaskan jubahnya, menempatkan dirinya sebagai teman bagi anak-anaknya, bukan sekadar sebagai orangtua yang kerjaannya melarang ini itu tanpa bisa memahami kejiwaan anak-anaknya.
Terkait dengan penggunaan gawai yang cukup tinggi saat ini, orangtua juga sebisa mungkin upgrade pengetahuan. Cari tahu tentang aplikasi apa saja yang digunakan oleh anak-anak dan pahami konten yang diakses melalui gawai. Jadi fungsi orangtua tak hanya sekadar membelikan smartphone terbaru dengan fitur canggih tapi tak memahami secara teknis apa yang dilakukan anak remajanya dengan gawai tersebut.
Pengetahuan orangtua yang memadai terkait kecanggihan teknologi ini akan bermanfaat untuk mengontrol anak remaja ketika hendak posting sesuatu di media sosial. Anak jadi tahu batasan mana yang boleh diketahui oleh publik dan mana yang tidak.
Sedangkan Mba Zatta menceritakan pengalamannya membebaskan anak-anaknya untuk mengakses berbagai informasi melalui gawai yang dimiliki, bahkan bebas berkreasi di kamar masing-masing. Salah satu trik yang diterapkan Mba Zatta adalah melarang anak-anaknya menutup pintu kamar ketika sedang online. Anak tidak merasa terkekang, namun di satu sisi belajar bertanggung jawab tentang apa saja yang boleh diaksesnya di dunia maya.
Waaah... menarik juga ya sharing pengalaman dari Mba Dylo dan Mba Zatta ini. Orangtua jaman now yang punya anak remaja memang harus memiliki trik-trik khusus, yang tentu saja berbeda dengan trik eyang dulu ketika mendidik anak-anaknya.
Bagi moms & dads yang saat ini memiliki putra-putri usia belasan, khususnya yang hendak memasuki jenjang sekolah SMA, bisa banget loh mencari referensi tentang SMA Pintar Lazuardi. Pada postingan sebelumnya, Ibu BocahRenyah sudah menulis sedikit tentang sekolah tersebut.
Baca ini ya : SMA Pintar Lazuardi Terapkan Konsep Blended Learning
Silakan moms & dads bisa juga langsung mencari informasi tentang konsep blended learning yang menggabungkan metode pengajaran online dan offline tersebut melalui berbagai media sosial dan web milik SMA Pintar Lazuardi
SMA Pintar Lazuardi
instagram : @smapintarlazuardi
facebook : SMA Pintar Lazuardi
twitter : @smapintarlaz
Kita sebagai orangtua harus peka dengan anak. Cek juga apakah dia bahagia. Dan keterbukaan menurutku penting agar anak remaja perkembangan fisik dan psikis lebih baik
ReplyDeleteQuote dari Mbak Alia ... tidak sengaja banyak yang membebankan anak2 sekarang dengan beban yang sebenarnya besar. Apalagi ada orang2 dari generasi kita yang doyan banget bilang "anak-anak sekarang tidak lebih baik daripada anak-anak dulu". Padahal kitanya yang perlu lebih banyak belajar karena tiap masa/generasi karakternya berbeda.
ReplyDeleteJadi orang tua tep harus bisa empati sama anak y, ak y ngalami mbak rata2 muridku dr keluarga broken n hubungannya g baik sama ortunya, y itu kdg emang beneran berasa jd orang tua ganti di sekolah yg g cuma ngajar tp juga ngobrolin soal apa yg jd minat n sharing soal keseharian
ReplyDeleteWebinarnya daging semua ini mbak, penting banget untuk para orang tua agar tidak salah asuh, orang tua zaman now memang perlu sekali edukasi seperti ini.
ReplyDeletemenurutku penting banget sih, apalagi dalam proses pengembangan diri dan mencari jati diri. kudu diperhatikan dan selalu dibimbing perkembangan mentalnya
ReplyDeleteAnakku belum remaja sih Mbak, tapi aku ngerasa psikis dia kok naik turun kayak ABG. Hehehe... Tips-tipsnya ini nanti coba deh aku terapin ke anakku.
ReplyDeleteKalau masa-masa remaja ini, masa yang sering banget ngalami rasa insecure kalau nggak ada pendampingan. Emang lagi rentan gitu
ReplyDeleteBaca ini, anak-anak saya punya beberapa PR. Tapi kondisi ideal memang sulit dicapai kok ya.
ReplyDeleteTentang sehat mental dan menikmati hidup, saya termasuk yang sangat memperhatikan karena bagi saya itu penting.
Makasih panduannya Mbak
Whoaaa, bener banget ini mba Uniek.
ReplyDeleteNamanya pagebluk tuh bikin mood makin amburadul.
apalagi remaja kan hormonnya ya ampuuun, mengezutkan sekaleeee
semoga ALLAH menjaga, melindungi dan menuntun anak2 kita ya
Ini penting. Mengingat masa remaja adalah masa masa mencari jati diri. Sangat mudah terombang ambing
ReplyDeleteSemakin mudah akses informasi di satu sisi bagus tapi di sisi lain kita harus bisa mengontrol diri jangan sampai diperbudak gawai, orang tua berperan penting membersamai anak2nya... makasih sharingnya Mbak...
ReplyDeletekesehatan mental sekarang jadi isu yang penting dan perlu perhatian serius ya mbak..termasuk di kalangan remaja.. Ternyata ada tipsnya mengenali kalau kesehatan mental anak baik-baik saja..
ReplyDeleteAnak zaman sekarang gak bisa dilarang sama gadget, tapi kudu tetap terkontrol. Jadi ingat saudaraku ada yang sampai benar-benar kecanduan gadget. Berkaca dari itu, Keponakan kubilang biar gak nutup pintu saat main gadget. Terus harus merhatiin juga kesehatan mental mereka
ReplyDeleteMakanya ini dari kecil aku selalu menanamkan bahwa ortu itu tidak hanya orangtua saja tapi juga teman. Jadi aku selalu bilang sama anakku, harus cerita dan jujur itu kunci ya.
ReplyDeletebenar nih, pada intinya perhatian terhadap remaja justru sangat diperlukan. Mendengarkan curhatan mereka jauh lebih penting ketimbang membiarkannya bermain atau nongkrong bersama teman-temanya.
ReplyDeletePandemi dan PJJ jadi tantangan tersendiri ngga hanya bagi ortu, tapi juga remaja. Kalau ortu aja struggling, apalagi remaja yang masih labil ya. Semoga kita bisa senantiasa membersamai putra putri tercinta.
ReplyDeleteSejauh ini anak bunda aplg di masa Pandemi rajin mendampingi anaknya bahkan kl ada teman2nya sebentar anak bunda pasti nimbrung sebentar dan selaku menyambung silatirahmi dengan para ibu mereka. Alhamdulillah sejauh ini Ayman baik2 aja friendly, perhatian sama si nebek (bunda) dan sangat pekak pd lingkungan.
ReplyDeleteWah makasih sharingnya mbak. Aku agak bingung juga di fase remaja, orangtua harus memposisikan diri gimana. Krn selama ini yg aku dengar, ga boleh terlalu keras pada anak remaja
ReplyDeleteMenemanin anak dikala remaja benar benar orangtua butuh kesabaran berlebih. Bagaimanapun aku merasa harus banyak bersabar juga. Makin sering juga sih ajak anak olahraga beraktifitas positif
ReplyDeleteAku setuju, jadi remaja tidak mudah.
ReplyDeleteAku sendiri merasakan waktu pindah sekolah dari pelosok negeri ke jakarta, h=masih inget sampe sekarang!
Ternyata Lazuardi bisa memfasilitasi banyak hal ya, semoga semakin recomended buat high school
anakku udah masuk usia pra remaja, dan sepertinya nih aku harus mempersiapkan diri dalam menghadapi roller coaster mood anak dan juga informasi seperti ini sangat penting nih buat nambah ilmu pola asuh
ReplyDeleteWajar punya kekhawatiran besar terhadap aktivitas anak dengan gawai. Terlebih di masa pandemi gini ya, ada dampak tertentu pada mental anak.
ReplyDeleteAku pun merasakan hal sama pada Alief dan Aisyah. Bedanya, Alief sejak kelas 10 sudah bisa dipercaya karena sudah memiliki kedewasaan dalam hal penggunaan gawai, dan tanpa pengawasan ketat pun dia sudah terkontrol secara emosi. Nah adeknya nih yang mesti tiap hari aku perhatikan. Bukan karena ada gangguan emosi, tapi lupa waktunya bikin gemes hihi. Ini jelas ga baik ya. Ternyata setelah aku teliti dan amati, adeknya ini bisa kok lepas dari gawai bahkan seharian, asal ada kegiatan yang dia sukai bisa dilakukan bersama. Jadi nggak mau sendirian gitu. Misalnya kayak bikin kerajinan makrame, atau menghias tas kain, itu maunya ditemani, aku mesti ikutan bekerja kayak dia. Kalau sudah ditemani, ga sentuh hp seharian pun bisa. Apalagi diajak main sama kucing, diajak mengurus tanaman, diajak masak di dapur, wah seneng banget dia. Efeknya juga baik, emosinya jadi stabil, dan moodnya jadi bagus. Kurasa ini salah satu hal sederhana dalam menjaga kesehatan mental anak, ya.
Uraian pengalaman dan tips parenting yang dibagikan oleh mbak Uniek, sangat berguna. Jadi catatan yang menginspirasiku.
Memang sudah nggak bisa lagi kita memperlakukan anak-anak khususnya yang sedang beranjak remaja, seperti apa yang kita alami dulu. Terlalu membatasi anak-anak juga akan berdampak pada kesehatan mentalnya, ya. Solusinya orang tua harus mengerti trend saat ini, terutama soal teknologi. Dengan begitu bisa dengan mudah masuk ke dunianya anak dan bisa tetap terpantau. Suka banget sama triknya Kak Zatta yang nggak ngebolehin anaknya menutup pintu selagi online.
ReplyDeleteIya kadang aku nggak sadar tuh terlalu semangat menuntut anak untuk berkarya jadinya bisa membuat beban ke anak ya mbak makasih pencerahannya perlu dibintangi nih artikelnya buat dibaca ulang
ReplyDeleteMba zata emang expert banget soal begini ya aku kagum banget juga sm parentingnya mbak zata sejak dulu. Beruntung ya bisa ikutan
ReplyDeleteMemang punya anak remaja tuh ya....ada dua nih di rumah saya, Mbak
ReplyDeleteMenjaga kesehatan mental remaja juga orangtuanya perlu banget terutama saat pandemi dengan sekolah PJJ ini. Maka sistem blended learning dengan menggabungkan sistem pembelajaran online dan offline adalah pilihan menarik
Kesehatan mental ini sulit dideteksi tapi bisa dicegah dengan banyak cara ya mbak. Webinarnya inspiratif ini bisa kasih ilmu parenting. Maklum lah ya anak zaman sekarang yang harus sekolah online biasanya butuh banyak perhatian, dukungan, dan motivasi ya. jadi orang tua pun harus bisa mengimbangi dengan terus belajar
ReplyDeletemasa remaja memang masa yang penuh gejolak ya mbak
ReplyDeleteperubahan hormonal membuat mental remaja harus menjadi perhatian,
Apresiasi terhadap SMA LAZUARDI ini, yang memberikan perhatian khusus terhadap kesehatan mental remaja
Iya nih remaja kan waktunya bergaul, cari pengalaman, kdng rebel, tp krn kondisi kyk gini tu kdng suka jd bahaya buat mental
ReplyDeleteOrtu kudu pinter cari cara supaya anak2 bisa beradaptasi juga dengan situasi saat ini ya mbak
Bagaimana mereka bisa tetap aktualisasi diri dan bersosialisasi tanpa risiko membahayakan kesehatan
Online2 nih salah stau hiburan anak tapi tetep ortu wajib mengawsi dan membatasi
Aku gak kebayang nih nanti kalo anak aku remaja. Skrg aja sdh susah ngadepin moodnya yg turun naik. Heuheu. Tp justru pas pandemi situasinya cenderung bs dikontrol. Krn di sekolah sempet pernah dibully jg sih. Jd mmg menjadikan rumah sbg tempat aman adl kuncinya.
ReplyDeleteiya bener banget mba, untuk generasi Z ini musti tricky, kita ya berbeda zaman dengan mereka harus bisa beradaptasi agar kesehatan mental anak selalu terjaga. setuju banget deh perlu banyak bicara, one on one dan juga bicara sebagai family ya... well note, mesti belajar banyak nih saya persiapan buat menyambut masa remaja anak-anak..
ReplyDeleteAnak sekarang memang uda kaya dewasa sebelum waktunya yaa..
ReplyDeleteAku terkaget-kaget waktu antri di salah satu tempat main di Jakarta. Anaknya tingginya seusia anakku yang pertama, ternyata waktu aku tanya, masih 8 tahun (seusia sama anakku yang kedua).
Ampuunn..pertumbuhan fisiknya cepat sekali.
Anakku udah menuju dewasa semua dan dulu waktu awal menggunakan gawai juga udah usia abege yang mendapat kawalan emaknya yang tegas. Dan aku sama suami sama, boleh akses gadget di kamar masing-masing, tapi enggak boleh ngunci kamar. Mereka juga aku ajakin olah raga, terserah mau gowes atau sepedaan yang penting tubuhnya gerak. Jadi nggak mager di depan gadget gitu mbak
ReplyDeleteSetuju mba connect before correct karena ketika mengkoreksi tapi dengan kemarahan yang ada malah bikin jarak kerasa banget sama aku makanya berusaha untuk jaga bonding sama anak-anak
ReplyDeletePR banget ya ini mba Uniek. Anak remaja paling rentah kalo diatur harus melakukan pendekatan yang baik. Kesehatan mental apalagi dekat dengan mereka yang sedang bertumbuh ini
ReplyDeleteAda istilah anak jaman dahulu beda dengan anak jaman now. Salah satunya dalam soal pendidikan dan akhlak. Dulu dan sekarang memang lain jadi tidak harus memaksakan diri kalau emang sudah tidak cocok lagi ya...
ReplyDeleteMau enggak mau orang tua harus bisa mengikuti perkembangan zaman juga ya Mbak. Selain supaya orang tua bisa memantau, juga supaya kalau ngobrol dengan anak-anak lebih nyambung. Anak sekarang rasanya bakal jauh lebih maju dari zaman kita dulu, berhubung mereka punya akses informasi enggak terbatas.
ReplyDeleteMenyediakan waktu untuk one to one ini yang sampai sekarang saya rasakan susah mbak, apalagi ada si kecil yang memonopoli emaknya ini saat sedang di rumah. Jadi biasanya saya ngobrol sama kakak-kakaknya lewat wa aja pas lagi di luar rumah
ReplyDeleteCakep nih mbak tipsnya, bisa kupraktekkan ke anakku yang beranjak remaja. Memang beban remaja zaman now tinggi ya, sebagai ortu kudu bisa jadi teman bicara yang asyik, jadi anak bisa nyaman cerita apa aja.
ReplyDeleteMental health untuk remaja jarang dibicarakan padahal sangat penting ya karena masa ini adalah masa peralihan menuju dewasa. Masa remaja juga kadang mennetukan bagaiamana cara seseorang hidup di masa depan.
ReplyDeletesebagai orangtua, menjaga kesehatan anak itu sebuah kewajiban ya mbak
ReplyDeletenggak hanya kesehatan fisik anak saja yg perlu diperhatukan, kesehatan mental juga
Tips nya bagus banget kak Unik, terutama di bagian yang banyak mendengar anak remaja.
ReplyDeleteRemaja memang gak butuh apa-apa selain pengakuan atas dirinya yaa...dan itu kudu banget dari orangtua dan lingkungan terdekatnya.
Setuju nih karena anak remaja jiwanya masih labil. Jadi masih banyak keingginan yang sekadar melihat keingginan teman. Umumnya remaja juga lebih sering didengar dan ingin mempunyai teman diskusi nah disitulah peran ortu ya
ReplyDeleteOrangtua berperan penting untuk kebahagiaan anaknya namun memberi pendidikanpun butuh perhatian. Yang utama anak nyaman dengan yang dibutuhkan. Komunikasi dua arah agar tidak terjadi mis.
ReplyDeleteSuka.. masa pandemi memang banyak anak remaja yang punya masalah kesehatan mental. Orang tua mempunyai peran penting untuk mencegahnya
ReplyDeleteWaaa penting ini jarang yang bahas tentang kesehatan mental remaja. Penting banget, terutama masukan buat orang tua nih supaya sama-sama waras dan terjaga komunikasi kedua belah pihak.
ReplyDelete