Monday, July 27, 2020

Dear Pak Nadiem, Tolong Bantulah Anak Kami


dear pak nadiem makarim


Dear Pak Nadiem, 

Saat ini banyak anak Indonesia yang sudah rindu untuk kembali bersekolah. Benar-benar sekolah, berangkat ke sekolah dan bertemu dengan teman-teman dan para guru. Mereka pasti juga sama rindunya. 

Setelah berbulan-bulan berada di rumah, bisa dipahami gejolak kerinduan ini. Bisa jadi makin tak terbendung ya. Ya gimana sih, dulunya akrab dan selalu bersua, tiba-tiba harus terpisah sekian lama. Pasti bawaan pengin bertemu teman pasti sudah membuncah. 

Ya, Pak Nadiem, semua ibu juga paham bahwa saat ini pandemi Covid-19 memang masih mengancam. Terbukti dengan status kesehatan di beberapa daerah yang sudah makin rawan. Zona hijau sudah perlahan-lahan berganti dengan merah, bahkan sudah ada yang hitam. Ya Allah, sedih banget deh kalau melihat hal ini. 

Rupa-rupanya, keinginan untuk segera kembali menikmati kondisi normal tidak dibarengi dengan ikhtiar menjalankan protokol kesehatan. Masih banyak orang yang kesana kemari dengan bebasnya, saling bergerombol, tidak menggunakan masker. Hati ini ingin sekali bisa menjerit, Pak. 

Menjerit yang bisa langsung menggaung ke udara, menyerukan kepada mereka semua yang tak perduli itu. Bagaimana bisa kita mengendalikan laju paparan wabah Covid-19 jika untuk melakukan hal termudah seperti menjaga jarak dan menggunakan masker saja tak dilakukan.


Uneg-uneg tentang Kebijakan Sekolah dari Rumah


Baik, Pak. Semua ibu juga tahu jika masalah kesehatan memang bukan tanggung jawab kementerian yang bapak pimpin. Bahkan bukan tanggung jawab Kementerian Kesehatan semata sebenarnya. Seluruh rakyat Indonesia lah yang harusnya memikul secara merata tanggung jawab ini. 

Jika pemerintah telah melaksanakan tanggung jawabnya melalui pelayanan kesehatan dan pemantauan paparan pandemi, seyogyanya rakyat pun tidak lepas tangan. Enggak marah-marah kalau diminta menjaga jarak dan menggunakan masker. Tidak mencaci maki instansi ataupun perusahaan yang menolaknya masuk gedung gara-gara tidak menggunakan masker. Atau lebih parahnya lagi, tidak menuduh yang bukan-bukan, misalnya tentang konspirasi apalah apalah terkait pergerakan angka pasien yang terkena Covid-19.

Hellaaw... pandemi ini nyata adanya loh. Pada mikirin apa sih itu yang hobi bilang kalau pandemi Covid-19 itu konspirasi semata. Sudah bacakah berbagai web rujukan yang mencatat hal ini? Atau jangan-jangan hanya sekadar berucap berdasarkan 'katanya'? Saat ini di dunia maya memang banyak sekali informasi berseliweran. Terkadang dipercaya begitu saja tanpa mau memilah dan menyaring dahulu.

Lihat, kini siapa yang harus menanggung pembatasan gerak yang dilakukan oleh pemerintah gara-gara makin tingginya angka penderita Covid-19?

Saat ini, hampir seluruh proses belajar anak sekolah dilakukan melalui PJJ alias Pembelajaran Jarak Jauh. Anak-anak tetap di rumah, mengikuti pembelajaran yang disampaikan oleh guru melalui cara daring (dalam jaringan alias online). 

pembelajaran jarak jauh


Sepertinya enak kan ya, tidak usah kemana-mana pun bisa tetap mendapatkan pelajaran?

Para orangtua di seluruh negeri juga tahu bahwa bapak pasti masih mengusahakan yang terbaik untuk anak-anak kami. Sementara ini, jalan terbaik yang bisa dilakukan ya tetap berada di rumah dan mengikuti pelajaran. Berbekal gadget dan paket data, anak-anak Indonesia pasrah menerima keadaan.

Kok kayaknya negative thinking ya tulisan ini?

Bukan, Pak, bukan bermaksud nyinyir atau asal menuduh Bapak tidak menjalankan kebijakan demi pendidikan anak-anak. Tapi ternyata PJJ seperti ini masih banyak kelemahannya, Pak Nadiem. Ini fakta yang tak terbantahkan.

Saat ini ada beberapa hal yang membuat PJJ kurang efektif dilakukan. Yang tampak dan dialami sendiri ini jika diceritakan akan seperti ini, Pak Nadiem : 
  • Tidak semua siswa tinggal di kota ataupun daerah yang memiliki jaringan internet yang memadai. Bagaimana nasib anak sekolah yang tinggal di daerah yang masih belum terjangkau internet?
  • Kondisi ekonomi keluarga terkadang menjadi penghambat akses internet. Untuk membeli paket data dalam jumlah tertentu, bisa jadi masih ada keluarga yang lebih membutuhkan dana tersebut untuk pemenuhan kebutuhan pokok.
  • Tidak semua siswa memiliki gadget sendiri. Jika mengandalkan smartphone milik orangtuanya, kendala yang muncul adalah kondisi orangtuanya yang harus bekerja di luar rumah. PJJ berlangsung sesuai jam belajar formal, yaitu dari pagi hingga sore. Bagaimana nasib anak yang orangtuanya baru pulang kerja selepas Maghrib? Nggak bisa ikut pembelajaran online donk.
  • Hambatan teknis terkait kemampuan sumber daya manusia juga terjadi. Ketika siswa sudah siap dengan gadgetnya, justru pihak guru yang ternyata belum bisa mengoperasikan aplikasi webinar yang saat ini digunakan. Baik anak maupun orangtua sampai bingung harus ngapain lho Pak ketika mengalami hal ini. 
Pembelajaran melalui tatap muka versus jarak jauh gini memang memiliki prinsip yang sangat berbeda. Jika melalui tatap muka, interaksi bisa berjalan secara langsung dan cepat. 

Dear, Pak Nadiem, PJJ saat ini terlihat seperti sekadar memberikan pengantar sedikit-sedikit kepada murid, lalu murid diminta mengerjakan tugas halaman sekian sampai sekian. Mungkinkan dengan PJJ ini guru tak sekadar memberikan tugas berdasarkan buku saja, Pak? Butuh banyak guru kreatif untuk meningkatkan semangat belajar anak sepertinya. 

Inginnya nih anak-anak di rumah tidak sekadar membuka smartphone, melihat tayangan dari gurunya dalam kurun waktu dua jam hingga empat jam, lalu mengerjakan soal-soal gitu aja. Adakah kemungkinan pembelajaran menjadi lebih aktif dengan meningkatkan daya analisa anak-anak, misal lebih diarahkan kepada keterhubungan antara pelajaran di buku dengan aplikasinya dalam dunia nyata?

Ya, Pak. Ini kelihatannya memang berkeluh kesah saja ya. Sebagai rakyat awam, para orangtua amat membutuhkan solusi yang menjangkau lebih luas lagi. Semua anak, baik di kota maupun di desa, tak ada lagi yang mengalami kendala pembelajaran gara-gara ketidaktersediaan jaringan internet. Begitu pula dengan pencapaian ilmu pelajaran dari sekolah, tak terbatas hanya mengerjakan soal-soal, difoto, lalu setor ke guru. 

Mungkinkah ada solusi lainnya yang lebih baik, Pak Nadiem? Tolong bantulah anak kami semua, Pak, agar bisa menjadi anak-anak generasi penerus bangsa yang pintar, cerdas sekaligus tegar.

Terima kasih sudah berkenan membaca uneg-uneg yang sepele ini ya, Pak Nadiem. Semoga segera ditemukan formula yang paling pas untuk diterapkan bagi sistem pendidikan saat ini ketika pandemi belum juga pergi. 

76 comments:

  1. klo pun iya itu adalah konspirasi misalnya. ini udah mewabah gaes.

    ReplyDelete
  2. Saya bukan Pak Nadiem, boleh komen ga, nih? Hihihi..
    Aku setuju tuh, sama saran terakhir soal tugas yang kebih aplikatif. Sepertinya bakal lebih seru kalau dikerjain di rumah dengan bahan seadanya, alih2 mengerjakan soal yang teoretis.
    Misalnya soal bantu ibu memilih mana telur yang masih segar dan mana yang sudah busuk aja bisa dimasukin buat pelajaran IPA, matematika, Bahasa Indonesia dll.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, ini usul yg oke banget loohh... Semoga dibaca oleh timnya Pak Menteri ya, Auntie.

      Delete
    2. Aku juga setuju nih idenya.. Karena memang waktu untuk eksplorasi di rumah banyak banget...

      Delete
  3. Musibah ini entah kapan akan selesai. Imbasnya juga masuk diberbagai bidang. Termasuk pendidikan.

    Tulisan ini rasanya cukup jelas mewakili perasaan ibu atau orang tua dalam menyikapi kebijakan PJJ bagi anak-anak. Ditengah-tengah banyaknya hambatan yang sampai saat ini saya yakini selalu dibenahi.
    .
    Semoga kita semua tetap bisa usaha nemberikan yang terbaik. . . Dan bersabar

    ReplyDelete
  4. Hi kak, salam kenal :)

    Menurutku tulisan kakak ini lebih tepat ditujukan ke para guru yang mengajar, agar guru-guru lebih kreatif dalam mengajar meskipun lewat jarak jauh. Jadi nggak hanya memberi pengantar dan tugas juga, tapi anak-anak sebisa mungkin mendapat pembelajaran yang sama dengan seperti di kelas.

    Tapi kalau untuk perihal tidak ada hp, pulsa yang mahal, dll. Ini memang pemerintah harus bantu menyesuaikan kembali sih karena banyak anak di daerah yang nggak punya hp, atau harus bekerja keras untuk membeli pulsa. Nah, yang ini yang harus dipikirkan caranya gimana biar mereka bisa tetap belajar. Bingung juga sih cara terbaiknya gimana, jika harus tatap muka, resiko penyebaran jadi tinggi. Serba salah ya 😅

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya juga, ya. Mungkin para guru sendiri kelabakan dan bingung cari cara dalam situasi serba mendadak begini.

      Delete
  5. Memang di masa ini adalah dilema apalagi melihat berbagai strata sosial di masyarakat yang belum tentu memiliki peralatan yang memadai untuk PJJ. Semoga apa yang kita suarakan sampai ke Pak Menteri ya mbak.

    ReplyDelete
  6. Iya ya kalau pun memang ini konspirasi, perang para raksasa tapi kita semut semut yang ada di sekelilingnya kalau tidak hati2 ya keinjek dong...hehe...

    ReplyDelete
  7. Iya, unek2nya diterimaaa...
    *Kita pal Nadiem.

    Btw,Corona hanya di tipi doank kalo kata orang daerah/yang tinggal di kampung.Buktinya anak2 masih ada yang sekolah ya.

    Btw, semoga lebih bijak pemerintah menanggapi keluhan2 di dunia pendidikan jaman now.Biar anak2 pun seneng belajar seperti sedia kala dan buibu happy.

    Mendingan disuruh bayar SPP dah dari pada gratis belajarnya kurang maksimal.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yak ampon, mo nulis Kata Pak Nadiem aja pake typo yaa..
      Saking pengen petcepet ngeluarin unek2 niih

      Delete
  8. PJJ memang harus disesuaikan dengan kondisi ortu. Sebaiknya sekolah juga menampung & merangkul orang tua, kondisi dan kendalanya seperti apa. Di Lampung sini ada berita bapak2 sampai ditangkap karena mencuri laptop untuk PJJ anak SMPnya :(

    ReplyDelete
  9. Curhatan hati yang sama nih, mba Uniek, mesti ada solusi juga nih, karena belajar daring jadi bikin darting kalau kayak begini terus sistemnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahhaaa..ngakak
      Iya kasian mamak2 banyak yang darting karena daring

      Delete
  10. PJJ ini emang banyak drama banget buat ku. Anakku 2 mba Uniek dan setiap pagi ada aja dramanya, belum lagi masih harus ke sekolah 3 hari sekali untuk mengantarkan tugas.

    Memang dilema banget sih ya di satu sisi PJJ ini kurang efektif untuk anak tapi disatu sisi wabah ini masih ada dan makin bertambah setiap harinya yang positif.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Drama PJJ melebihi Drakor ya Ameeel..
      Puk2 Buibuu..
      Semangat selaluu!

      Delete
  11. Turut merasakan kerisauan hati mba Uniek
    Beberapa saudara juga curhat masalah ini, karena anak-anak juga lebih maksimal belajar langsung Semoga pandemi lekas berlalu dan dunia pendidikan makin membaik

    ReplyDelete
  12. Semoga covid sgera lenyap, dan anak2 bisa sekolah lagi. Kasihan anak2 dan orangtuanya aku mba. Mana g smua ortu bisa dampingin terus.

    ReplyDelete
  13. Kesulitan pemerintah kini memang mencari formula yang pas untuk pembelajaran anak-anak yang aman dan tetap dirumahaja dulu.
    Kepikiran juga, bagaimana dengan daerah Indonesia yang pelosok?
    Tetap bisakah menjalankan proses belajar mengajar?

    Atau kini saatnya anak-anak Indonesia lebih banyak mempelajari lifeskill dan hal-hal di luar akademik?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kemarin sempat mendengar bahwa Mas Menteri akan segera membuka sekolah.
      Tapi di Indonesia, yang benar-benar hijau belum tentu bebas dari OTG juga...

      Semoga anak-anak dan orangtua tetap bersabar.

      Delete
    2. saya pribadi kok lebih cocok sama pikiran teh lendy ini, anak2 bisa lebih banyak belajar tentang life skill. Daripada dipaksain belajar teori tapi bikin emak darting dan anak2 garing :D

      Delete
    3. Tapi ternyata ambisi Mas Menteri gak gini ya, kak Lisdha.
      Semoga tuntutan dan harapan bisa sejalan.

      Jadi menuntut anak Indonesia tetap sekolah, kasih fasilitas juga hingga ke pelosok Indonesia. Internet dan gadget yang mumpuni.

      Delete
  14. Pandemi ini memaksa setiap orang untuk upgrade diri, menyesuaikan diri. Di satu sisi kebijakan dibuat ya memang tidak bisa memenuhi kebutuhan dan jadi solusi, mengingat, sumber daya, ekonomi, skill terhadap teknologi, dan sebagainya di tiap keluarga juga berbeda-beda. Jadi kalau menurut saya, ini menurut saya loh ya, cobalah masing-masing diri melakukan apa yang bisa dilakukan, sambil lihat peluang yang memungkinkan untuk meringankan

    ReplyDelete
  15. Tampaknya naiknya pak nadiem jd menteri ini sdh jadi takdirnya. Beliau paham bgt soal dunia online, skrg dpt jatah ngurusin pembelajaran online.

    Buat ortu yg sdh menyiapkan diri utk jd teman diskusi anak, mgkn ga tll sulit. Yg enggak, itu yg harus diprioritaskn mungkin begitu. Jd tugas dr guru tdk sama rata, tp dipilih2.

    Gimana, mbak?

    ReplyDelete
  16. Waktu awal dengar kebijakan kalau ternyata anak-anak masuk sekolah online, saya shock.
    Anak saya tuh PJJnya online dari jam 8-12 siang, online mulu pakai zoom.
    Maaaakkkk kuotakuhhhh huhuhu

    Kami ngga bisa pasang wifi karena beberapa alasan, akhirnya mengandalkan kuota yang bisa dipakai.

    Tapi, seiring berjalannya waktu, udah 2 mingguan ini, Alhamdulillah ternyata nggak separah yang saya bayangkan.
    Justru dengan online berjam-jam itu, anak-anak jadi kayak sekolah lagi meski dari rumah.

    Harus pakai seragam, masuk pukul 8 pas harus udah stand by di monitor, ga boleh matikan monitor, ngga boleh disambi makan, apalagi main game, sikap kudu baik, layaknya anak sekolah.

    Justru dengan cara ini, saya sebagai orang tua bisa tahu dengan jelas bagaimana gurunya mengajari anak-anak, karena mendengar langsung.
    Tugas-tugas anakpun bisa sambil saya pantau, dan Alhamdulillah nggak sesulit sebelumnya yang hanya lewat google classroom dan vidio aja.

    Mengenai kuota, memang bener, bangkruut hahaha.
    Tapi balik lagi, insha Allah ada rezekinya :)
    Yang penting, anak-anak tetap bahagia belajar di rumah, dan yang pasti keamaannya terjaga.

    Namun, kemaren saya ke rumah mertua, ketemu adik ipar, dan dengerin curhatannya, memang beberapa orang kendalanya nggak ada fasilitas yang memadai sih, tapi biasanya sekolah selalu mikirin solusi yang baik.

    Memang kudu ada yang dikorbankan kalau menurut saya.
    Dan apapun itu, saya memilih jangan sampai mengorbankan anak-anak.

    Kalau mau penjelasan guru lebih mengena ke siswa, memang kudu mau online.
    Atau beberapa sekolah menerapkan yang namanya home visit, jadi gurunya keliling, bahkan yang TK sambil bawa beberapa anak, jadi mereka bisa berinteraksi meski nggak tiap hari.

    Cuman memang seperti itu juga masih menimbulkan kekhawatiran.

    Semoga Kemdiknas punya terobosan yang lebih baik, dan semoga semua orang tua bisa berjibaku bersama-sama saling mendukung pembelajaran anak-anak, karena memang situasinya kayak gini, nggak ada pilihan lain selain kudu memilih mau mnegorbankan apa? :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kebalikan sama aku mbak. kalau online langsung via zoom atau meet, anak2ku malah manyuuun. Palagi yg TK, maunya klik close mulu hahaha. Aku juga cenderung kurang cocok dengan "memindahkan tata cara sekolah ke rumah" seperti pakai seragam. Ya memang gitu lah ya,,,tiap rumah tangga punya kecocokan masing2. Jadi memang susah buat kebijakan yg memenuhi harapan semua orang

      Delete
  17. Artikel ini kudu viral mba. Soalnya mewakili banget perasaan ibu ibu saat ini. Semalem baru aja cerita sama keluarga yg merasakan hal yg sama. Semoga ada win win solution ya untuk sistem pembelajaran ditengah pandemi.

    ReplyDelete
  18. PJJ memang masih banyak banget kendalanya. Masih jauh dari kata sempurna. Bisa dipahami lah ya karena ini kan semacam keputusan darurat.

    Tetapi, saya juga berharap dari Kemendikbud lebih aktif lagi. Kalau perlu tiap minggu ada arahan, deh. Jadi orang tua, siswa, hingga para pengajar bisa semakin paham. Kalau saya malah menangkapnya 'merdeka belajar' itu jadi kayak ambil jalan sendiri-sendiri.

    Para guru memang sebaiknya kreatif dan beradaptasi dengan keadaan. Saya lihat beberapa guru sudah melakukan itu. Tetapi, memang baiknya terus ada pengarahan. Apalagi setiap saat di masa pandemi begini mungkin aja terjadi berbagai perubahan suasana.

    ReplyDelete
  19. semoga wabah ini bisa segera berakhir yaaa, biar anak anak bisa kembali bersekolah dengan aman, kalo masih seperti ini, aku yang punya adik sudah kuliah pun rasanya berat jika perkuliahan sudah dimulai, :(

    ReplyDelete
  20. pandemi ini memang mengejutkan kedatangannya dan pak mentri juga baru ini bergelut di dunia pendidikan. jadi untuk mengurus se indonesia yang kondisinya berbeda memang butuh waktu dan ujicoba

    ReplyDelete
  21. Semoga Pak Nadiem mendengar curhat buibu dan dapat mengambil kebijakan yang tepat dan sesuai. Ya meskipun kebijakan yg tepat dan sesuai utk semua pihak itu pastilah halnyg sulit..tapi semoga bukan merupakan hal yg tak mungkin..

    ReplyDelete
  22. Bagus suratnya. Moga2 dibaca sama pak Nadiem aka mas menteri. Tetap semangat dan happy ya dalam membimbing anak2nya belajar daring.

    ReplyDelete
  23. Beneran deh, covid-19 ini ujian kehidupn banget banget
    Semogaaa mas menteri dan seluruh jajarannya bisa mengambil keputusan yg bijak
    Semangaattt semuanyaaa

    ReplyDelete
  24. Saya juga berharap pandemi bisa segera berlalu, Mbak. Suapaya anak-anak bisa sekolah seperti biasa. Menuntut ilmu memang penting tapi belajar bersosialisasi juga gak kalah pentingnya, ya, kan?

    ReplyDelete
  25. Di satu sisi, aku senang dengan ada nya PJJ ini, tapi di sisi lain juga keberatan. Biasanya sih rasa keberataanku ini muncul mana kala kewalahan ngajarin dan bantu bocah menyelesaikan tugasnya. Asli. Kadang Klenger.

    ReplyDelete
  26. Iya Mbak Uniek, benar banget. Uneg-unegnya ya seputar itu. Kalau saya memang di rumah saja, kasihan anak-anak yang orang tuanya sudah harus bekerja lagi.

    ReplyDelete
  27. Bener banget nih kendalanya di devoce & internet gak semua orang mudah mendapatkannya. Para guru juga jangan cuma kasih tugas tapi gak kasih materi atau menerangkan ya. Alhamdulillah kalau Alvin ada jadwal videocall untuk dijelaskan materinya nih, tapi Pascal bablas

    ReplyDelete
  28. Emang gak semua org ada fasilitas buat PJJ tapi kalau ke sekolah pun masih berisiko ya mbak. Emang butuh solusi yang pas. Untungnya rakyat Indonesia ini kreatif2 ada yg pasang wifi berjamaah, ada yang kerja kelompok dll. Tp terus terang emang agak menyayangkan kok gak sekalian nih tahun ajaran barunya mulainya Januari. Tapi yoweslah udah terlanjur, lagian kalau gak sekolah ntr malah anak2nya keleleran gak jelas juga kan yaaa. Ngarepnya sih pak menteri kasi kebijakan yang wow mislnya nih dengan kerjasama dengan BUMN nurunin tarif Indihome, misalnyaaaa haha, pokoknya yg langkah2 keliatan nyenengin emak2 lha :D

    ReplyDelete
  29. Ooh udah ada lagi ya istilah PJJ hehe. Di wilayah kami istilah ini belum dikenal Jadi pas baca-baca teman-teman blogger kemarin menuliskan ini aku jadi heran duuh mulai deh banyak singkatan-singkatan wkwkwk. Btw sungguh aku sendiri sudah suntuk dengan belaajr di rumah ini. Apalagi anakku ddduh udah kangen banget sama sekolahnya. Entahlah kalau saya pengennya sebulan dulu dicoba gitu masuk sekolah nah kalau aman ya dilanjutkan daripada tidak jelas seperti ini.

    ReplyDelete
  30. Uneg2 ini kayaknya ga cuma di Indonesia kali yaa.. karena semua lagi sama 😅

    Btw untuk sekolah anakku untungnya hanya tugas2 yg diberikan via daring. Karena bukan di Kota kali yaa jadi ga ada tuh online tatap muka. Ya itu tadi karena kebanyakan hape dipake sama ortu yang kerja.

    Lalu masih 1-3x sebulan ke sekolah untuk ambil dan kumpulin tugas. Iya, jadi gak full online. Mengingat banyak yg bermasalah sama kuota dan hp :)

    Kalau aku mungkin pengen ya anak sekolah lagi langsung, tp kalau masih ada virus kayaknya aku tetep kekepin sih. Sekalipun sudah disuruh masuk 😁

    ReplyDelete
  31. memang pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh ini perlu persiapan matang dan juga pertimbangan menyeluruh dengan memperhatikan semua hal yang dihadapi di lapangan, Kebayang memang tantangannya

    ReplyDelete
  32. Mas menteri semangat untuk bisa menemukan solusi nggeh Bapak.
    Semoga pandemi lekas hilang juga, sedih juga dengan kondisi saat ini terlebih pendidikan untuk anak-anak ya mba Uniek. Semoga segera ada kemudahan, di balik kesulitan aamiin.

    ReplyDelete
  33. Uneg2 ini juga dirasakan kakakku mba, udah beli kuotanya boros bgt. Mana anak2 kuotamya bukan cm buat belajar, tau ndiri klo mereka bosan pd main game 😑 mau pasang wifi gak ada yg masuk ke sekitar rumahnya dilema pokoe

    ReplyDelete
  34. Sejujurnya orang tua jg repot banget mikirin tugas sekolah anak2nya. Apalagi klo udah SMA, pelajarannya udah banyak yang kita lupa

    ReplyDelete
  35. Saya juga merasa serba salah dengan semua ini dan mungkin karena anak saya belum sekolah maka saya blm tahu pasti riwehnya PJJ ini. Yang pasti dan harus kita lakukan adalah jaga kesehatan terutama anak2 kita. Keputusan apa kelak yg akan diambil pemerintah tinggal kita ikuti saja

    ReplyDelete
  36. Halo kak, semoga pandemi ini bisa segera berakhir ya dan memang semua pihak merasa kesulitan dengan adanya sistem belajar online seperti ini terutama para guru ya kak. Diperlukan cara mengajar yang berbeda dan selalu mengeksplor hal baru biar tetap bisa keep up. Semoga kemendikbud dapat segera menemukan solusinya

    ReplyDelete
  37. mengingatkan saya waktu saya mengajar di pedalaman kalimantan, gurunya sudah kekurangan, kondisi sekolah yang memprihatinkan, tidak ada listrik, tidak ada internet, lokasinya juga sangat jauh. terus dengan kondisi pandemi ini, saya bisa bayangkan bagaimana mereka di sana, jangankan di kondisi seperti ini, kondisi normal saja mereka tidak mendapatkan layanan pendidikan yang layak, semoga pandemi ini segera berakhir dan semuanya normal kembali, agar orang tua, guru, dan anak-anak dapat melangsungkan proses belajar seperti biasa lagi dan menjadi lebih baik

    ReplyDelete
  38. Sekarang diluaran udah "normal". Aktifitas normal dan jalanan juga normal, kecuali wajah yg udah ga pernah lepas masker haha. Btw semoga saja uneg-unegnya sampai ke pihak terkait.

    ReplyDelete
  39. Aku juga merasakan hal yang sama mbak, karena anakku daring pjj jujur hal ini ngerepotin. Semoga ada solusi baik tentang ini.

    ReplyDelete
  40. Semoga pandemi ini segera berakhir ya kak, karena bukan nya apa apa, pasti semua wali murid ada yang pro dan kontra.

    Terlebih lagi wali murid yang kurang mampu untuk menyediakan fasilitas anakkya PJJ seperti fasilitas smarphone dan kuota internet
    Tentu ini menjadi polemik tersendiri bagi mereka yang kurang mampu tapi ingin memberikan yang terbaik untuk anak.
    Semoga ada kebijakan dari pemerintah ya kak

    ReplyDelete
  41. mungkin kebijakan dari atas pengaplikasiannya disesuaikan lagi dengan kondisi masing-masing daerah ga si? kalau yg sinyalnya kurang baik bisa diakalin dengan kelompok belajar dengan peserta maksimal 5 siswa? kayak gitu memungkinkan ga?

    ReplyDelete
  42. Belajar online ada baik dan buruknya ,kalo buruknya kuota internet boros terus orangtua ajarin anaknya. Kadang orangtua ga paham pelajaran anak sekolah skg

    ReplyDelete
  43. Aminnn semoga ni virus cepet musnah ya.. jadi semua bisa leluasa lagi beraktivitas termasuk sekolah offline

    ReplyDelete
  44. Iya nih
    emak2 juga kangen bocils bersekolah :D Soale boseeennn kudu ikutan belajar lagi kan jadinya wkwkwkwkwkwk

    ReplyDelete
  45. Sampai sekarang saya masih mendengar dan melihat banyak sekali keterbatasan sehubungan dengan pembelajaran jarak jauh pun pembelajaran di sekolah. beberapa sekolah memaksakan diri membuka pembelajaran luring karena sulit benar melakukan pembelajaran daring.

    ReplyDelete
  46. kalau mendengar kisah dari tetangga yang sembuh covid19, sampe sekarang masih belum benar2 fix gimana seseorang bisa terkena, jadi kalau nimpanya di salah orang, bisa jadi ngga percaya sih mba. Yang pasti kita sama-sama berdoa ya mba smeoga cepat berlalu, belajar online gini lebih capek dan besar biayanya.

    ReplyDelete
  47. Kenapa ya masih ada yang bilang konspirasi? Sedihnyaaa.
    Iya, memang tidak semua anak punya gadget dan juga tidak semua daerah memiliki jaringan internet yang memadai.
    Semoga pandemi ini segera berakhir, biar anak-anak bisa sekolah normal kembali, bertemu guru dan teman-temannya lagi.

    ReplyDelete
  48. PJJ jujur buatku bikin darting banget kak. Aku yang dah awalnya membatasi anak megang gadget eh akhirnya mau ga mau membiarkan untuk kepentingan sekolahnya. Masalahnya susah banget anak untuk tidak main games. Duh dilema deh. Semoga Pandemi cepat berlalu. Dan anak2 bisa bersekolah lagi dengan gembira.

    ReplyDelete
  49. PJJ itu menurutku rasanya aneh. Apa nggak baiknya konsep pendidikannya yang diubah ya. Nggak melulu seperti model belajar di sekolah yang anaknya harus duduk berjam2 dengerin guru mengajar, lalu di kasih tugas seabrek. Coba bikin materi yang lebih aplikatif dikit gitu.

    ReplyDelete
  50. dari sisi aku sebagai orang tua, kalau ngikut kelas PJJ kadang ada aja yang rasanya gak puas. Entah ini kayaknya jaringannya gak lancarlah, suka telat dari jadwal, atau ngerasa materinya dan pembawaannya kurang kena hahaha. Banyak dramanya tapi ya ujian kesabaran memang ya pandemi covid19 ini, di segala sisi kehidupan huhuhu

    ReplyDelete
  51. Mantap, mewakili mengungkapkan uneg-uneg banyak ibu dan anak yang ingin segera kembali masuk sekolah.

    Hari ini saya kebetulan WFO, kaget lihat banyak anak pakai seragam sekolah di kantor. Rupanya anak-anak SMK yang sudah mulai prakerin. Saya tanya, gimana sekolah? Katanya kalau sekolah tetap belum masuk, tapi anak kelas 2 yang memang jadwalnya harus praktek di industri, sudah mulai menyebar ke berbagai lokasi

    ReplyDelete
  52. Mestinya jaringan internet Indonesia harus seperti jaringan PLN ya, minimal, bisa menjangkau ke tingkat Kecamatan di Indonesia. Emang gak terbayang sih gimana derita orang tua, yang internetnya byr pet, dan mahal pula. Belum lagi yang dipedesaan. Boro-boro beli pulsa internet, untuk makan aja susah. Semoga ada solusi untuk semua di masa pandemi ini

    ReplyDelete
  53. Peluk jauh untuk semua Ibu yang merasakan keresahan seperti ini. Aku pun sampai postpone masukin Anakku ke SD Tahun ini. Padahal sudah tinggal masuk karena persiapan, dari daftar, seleksi, dan sebagainya sudah dari tahun kemarin, hiks. Tapi daripada ragu dan memang merasa kurang optimal untuk Anakku, jadi lebih baik tunggu tahun depan saja. Semoga kondisi ini segera membaik ya Mba, karena semakin lama semua pihak semakin kebingungan, hikss

    ReplyDelete
  54. Aku karena tinggal di Jakarta mungkin ga banyak kendala seperti di daerah ya...Dan aku percaya ga ada yang menduga pandemi datang tiba-tiba. Jadi wajar jika terkesan kurang siap. Apalagi kondisi Indonesia yang belum merata termasuk ketimpangan sarana dan prasarana IT.
    Aku sih sebagai orang tua kini sudah di tahap nrimo, karena yakin di luar sana banyak pihak termasuk pemerintah sedang mencari solusinya.

    ReplyDelete
  55. Sekitar 2 minggu lalu aku beli bubur pagi-pagi, yang dagang seorang Ibu. Kami ngobrol dan jadi beliau curhat nggak sanggup beli kuota buat anaknya sekolah karena buat makan sehari-hari aja susah, cuma ngandelin dagang bubur yang itu pun sejak pandemi penjualannya menurun drastis. Sementara suaminya sakit-sakitan diem di rumah. Jadi Ibunya pasrah aja sampai pihak sekolah negur :( aku sedih banget dengernya..

    ReplyDelete
  56. Yang bilang konspirasi juga kebanyakan orang yang pinter loh, malas baca atau memang sengaja menutup mata, entah lah. Aku udah gak punya anak usia sekolah, tapi sedih juga kalo baca curhat ibu-ibu di sosmed. Di dunia nyata juga tergantung sekolahnya, mbak. Tetanggaku cerita, gurunya kasih tugas yang gampang sesuai di buku pelajaran dan nantinya dikumpulkan di WA japri gitu

    ReplyDelete
  57. Kebetulan kan aku punya temen guru-guru. Itu pada sambat juga sih, gimana caranya menyanpaikan materi secara kreatif di depan layar hp. Lha kadang yg tatap muka aja masih pada nggak mudeng, sekarang tambah PJJ. Lengkap sudah!

    ReplyDelete
  58. Walau tidak tahu rasanya jadi walimurid saat harus membimbing anak PJJ di masa seperti skrg ini, setidaknya apa yg dialami suami, yg seorang guru, dan cerita kakak2 yg juga punya anak kecil yg juga BDR atau belajar dari rumah pun memiliki banyak hal yg dikeluhkan.

    Ketika belajar dari rumah melalui daring, sepertinya beban guru juga jadi semakin berat daripada bertatap muka langsung.
    Begitu juga yg dialami orangtua misal mereka punya aktivitas seperti bekerja, dan anak perlu bimbingan selama BDR dari jam sekian, sampai sekian untuk menyimak materi yg diberikan guru, baik melalui media vvideo, live sosmed, dan lainnya.

    Di lain sisi, saat ranah pendidikan mulai masuk semua, khawatirnya covid yg nggak bisa ditebak ini bisa jadi bom waktu. Karena, ketika pelajar sudah masuk, tentu kita nggak tau track record mereka, stlh atau sebelum seklah gimana. Walllahu a'lam.

    Dan menyikapi berita mengenai sekolah di wilayah Zona Kuning sekolah yg ingin tatap muka dengan kesepakatan walimurid juga, bisa tetap masuk, asalkan dengan protokol yg telah berlaku.

    Semisal hal itu (masuk sekolah utk wilayah zona kuning) berlaku. Semisal satu guru jadi wali kelas, para walimuridnya ada yg setuju, dan ada yg ngga setuju, laa bagaimana dg metode pembelajarannya

    Hikss... Semoga Bumi lekas membaik, Corona hilang, dan anak-anak bisa lekas bertatap muka bersama guru dan teman-temannya mbak.
    Amiinnn

    ReplyDelete
  59. Kangen masa-masa sekolah tapi yah mau bagaimana lagi keadaanpun tidak memungkinkan untuk tetap berangkat sekolah. Semoga keadaan semakin membaik sehingga anak-anak dapat ceria kembali bersama di sekolah.

    ReplyDelete
  60. Aku kepengennya PJJ ini bersifat mengasah lifeskill. Misalnya anak disuruh memasak, beresin kasur, cuci piring, dll. Tapi sifatnya formal masuk kurikulum. Toh akademis sebenernya gampang, bisa menyusul. Yang lifeskill justru yang urgent di masa sekarang.

    ReplyDelete
  61. Gara-gara PJJ ini si ayah jadi benerin komputer yang rusak di rumah. Soalnya masing-masing paka sementara komputer normal cuma satu. Jd ada untungnya juga sih dua komputer lain jd diupgrade.

    Eh nggak nyambung ya? Masih nyambung aja sih.

    ReplyDelete
  62. Aku idem untuk saran ke tugas yang aplikatif. Malah kupikir pemerintah dalam hal ini kemendikbud bisa melonggarkan kurikulum selama 1/2 tahun. Jadi gimana biar kurikulum selama anak2 di rumah itu lebih ke arah skill bukan teori

    ReplyDelete
  63. Memang situasi saat ini tu serba salaaaah ya mba. PJJ ini misalnya, belajar di rumah banyak kendalanya, kuota mahal, mggak kondusif, bikin orang tua stress. Ga kebayang kalau anaknya banyak atau ortu kerja. Bisa terbengkalai. Tapi kalau masuk sekolah pun juga mggak kalah riskannya. Nanti kalau dari sekolah muncul klaster korona baru pun yang disalahlan pemerintah/pak Nasdiem karena dinilai mementingkan nilai daripada nyawa/kesehatan anak. Hiks.

    ReplyDelete
  64. memang pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh ini perlu persiapan matang dan juga pertimbangan menyeluruh dengan memperhatikan semua hal yang dihadapi di lapangan, Kebayang memang tantangannya

    ReplyDelete
  65. Di desa saya mendadak banyak orang tua beliin hp untuk anaknya, tapi justru bikin lebih boros soalnya harus sering beli kuota.

    Karena kadang anaknya ngga tau apa aja yg bikin kuota cepet habis, sedangkan orang tuanya sendiri baru kenal smartphone ya sekarang saat harus beliin buat anaknya

    ReplyDelete
  66. Ada positif dan negatifnya juga pastinya tentang PJJ ini. Soalnya sistem pendidikan Indonesia masih jarang ada yang sistem homeschooling. Kalau maya amati, sebenarnya seru juga belajar di rumah, berharapnya ada sistem homeschooling yang lebih baik kedepannya

    ReplyDelete