"Bu, sudah ada pengumuman lomba menulis Aku dan Lingkungan di KKPK?" tanya Vivi putri sulungku via telpon. Siang pukul dua belas biasanya memang sudah pulang sekolah. Rutinitasnya pasti 'ngabsen' emak tersayang yang sedang berpeluh 'mburuh'. :) Sudah dua hari dia 'ngributi' saja soal pengumuman lomba ini.
Aku pun seakan berat memberikan jawaban karena saat kutengok timeline penerbit pengumumannya tidak seperti yang diharapkan.
Aku pun seakan berat memberikan jawaban karena saat kutengok timeline penerbit pengumumannya tidak seperti yang diharapkan.
Tak ada nama Savitri Nurudzaati terpampang di sana. Kalah menang sih sebenarnya biasa, buat emaknya maksudnya ;) Namun untuk memberi kabar secara perlahan-lahan bahwa tulisannya belum lolos ternyata cukup membuatku nervous. Padahal ngadepin bos galak maupun KB KB pabrik saja tak senervous ini.
Mungkin aku memang tipe ibu yang tidak terlalu perasa ataupun lembut tindak tanduknya. Meskipun akrab dengan anak-anakku, aku selalu bingung memilih padanan kata yang tepat agar anakku memahami apa yang kumaksud tanpa ada hurt feeling. Dan itu terbukti saat suara Vivi melemas di telpon, terdengar kecewa sekali saat kuberitahu bahwa di antara 7 pemenang, namanya tidak termasuk. Duh, maafkan ibumu ini ya, Nok. Ibu tak bermaksud menyakiti hatimu. Ibu hanya ingin kau tau, kalah menang itu soal biasa.
Namun rupanya bagi Vivi kalah menang itu 'everything'. Meskipun saat aku pulang kantor dia sudah tidak merajuk lagi, eyang putrinya bercerita bahwa tadi selepas bertelpon denganku, Vivi 'mojok' di kebun belakang, nangis, kesal dan sedih mungkin bercampur menjadi satu. Kudekap dan kubelai-belai dia, kuhibur bahwa tak lolos audisi menulis itu bukanlah akhir cerita.
Oke, case closed. Vivi sudah bisa menerimanya. Lalu kami berdua sibuk berkutat dengan buku pelajaran IPS dan Bahasa Jawa. Ya, Vivi memang sedang ulangan tengah semester. Sembari nungguin dia belajar, iseng buka-buka FB via hape. Eh, ada notifikasi dari seorang kawan baik yang cukup bikin penasaran.
Anak siapa itu di posisi ketiga? Savitri Nurudzaati. Selamat ya mak...
Nah loh, apa pula ini. Bukannya tadi udah tak masuk nominasi. Buru-buru 'nyopet' tablet punya si ayah dan ceki ceki sana sini. Kurang puas lihat di notifikasi, aku pun langsung meluncur ke timeline penerbit. Eh, eeehh... eehhh...
"Vi... Viiiii...," seruku norak-norak bergembira.
Vivi yang sedang konsentrasi menghitung konversi skala 1 : 1.000.000 pada bab Peta dan Skala Penghitungannya itu pun datang dengan bersungut-sungut. "Haduh Ibu, kenapa sih, aku gak bisa ni ngerjain skala di peta itu tadi."
Vivi yang sedang konsentrasi menghitung konversi skala 1 : 1.000.000 pada bab Peta dan Skala Penghitungannya itu pun datang dengan bersungut-sungut. "Haduh Ibu, kenapa sih, aku gak bisa ni ngerjain skala di peta itu tadi."
Kutunjukkanlah pengumuman itu kepadanya. Pertama dia masih melongo nggak paham maksudnya. Lagian kombinasi warna latar, tulisan dan judul di pengumuman itu memang kurang begitu kontras. Begitu melihat namanya ada di urutan ketiga langsung deh dia loncat-loncat.
"Alhamdulillah, yeaaayyy... Yah, Ayaaahhh, aku menang ni loh lomba nulisnya," teriaknya mulai sok-sokan. Buku IPS dan Bahasa Jawa pun langsung terlupakan begitu saja :D
"Haish, ayo gak boleh sombong. Nggak inget ya tadi nangis di bawah pohon salam?" godaku. Tetapi tetap saja ni si Vivi lunjak-lunjak kesenangan. Aku juga bisa memahami bagaimana bahagianya dia. Aku saja yang enggak ikutan audisi menulis itu ikut-ikutan bahagia, apalagi dia yang mengalami sendiri. Setelah terhempas sakit di siang harinya, rupanya pengumuman itu menjadi obat mujarab bagi Vivi.
Meskipun pelajaran 'berdamai dengan rasa kecewa' yang kuajarkan pada Vivi akhirnya GAGAL (ya gagal lah, dia kan tidak jadi kecewa ;) ) aku tetap menasihatinya agar lain kali tidak terlalu berharap saat mengikuti lomba-lomba sejenis.
"Nulis ya nulis saja, asalkan Vivi senang, tak usah memikirkan menang atau kalah, Nok."
So simple ya sepertinya buat kita yang orang dewasa ini. Ngomong begitu gampang bener. Tapi untuk Vivi, semua yang terjadi tak semudah itu menerimanya. Untuk saat ini aku bersyukur dia bisa berbinar-binar bahagia karena berhasil 'nembus' penerbit mayor. Bahkan emaknya langsung iri level dewa-dewi, koq anaknya duluan ya yang bisa tembus ;) *emak jahit :D Tapi bila saatnya dia harus beradu dengan rasa kecewa lagi di lain waktu, you know my darling, there will always be your mommy's shoulder to cry on. Peluk peluuuukkkk Vivi similikiti :)
hehehe....padahal emaknya lebih sedih kalau nggak menang.....:D *pisss
ReplyDeletewuaaa.. selamat ya Vi... Vivi keren deh, siapa dulu mak-nya.. hihih... #lirikmakuniek
ReplyDeleteheheee..enggak juga Tante Inung, emaknya sudah biasa kecewa koq ;)
ReplyDeletewoii..siapa dulu tantenya... *lirik siapa ya enake :D ;)
ReplyDeleteselamatttt jadi juara, kayaknya kalo anakku besar nanti pasti akan mengalami hal yang sama. menyusun padanan kata agar pesan tersampaikan baik kepada anak.
ReplyDeleteblog nya bagus.
thks utk kunjungannya ya... iya, susah sekali ternyata saat harus menyampaikan sesuatu yg potensial menimbulkan kekecewaan pada anak spt itu
ReplyDeleteapa benar kalo tiap kali anak ikut lomba, lomba apapun itu maka orang tua sbaiknya tetap memberinya hadiah. jadi kalo anak ngak menang, dia tetap dapat kado, bingkisan gt. supaya anak ngak kecewa. gmn??
ReplyDeleteTiap orang tua punya metode sendiri untuk menyayangi putra-putrinya. Kebetulan aku tipe orang tua yang rela melihat anakku 'sakit' sebentar, namun di kemudian hari dia kuat utk menelan kekecewaan yg harus dihadapi. Yang perlu diperhatikan dulu adalah tahapan perkembangan emosionalnya. Utk kasus anakku ini, di usianya yg ke-9 dia sudah cukup kuat utk menghadapi situasi dimana dia tak selalu mendapatkan apa yg diinginkannya. Kecewa sebentar, habis itu sudah lupa :)
ReplyDeleteSelamat mengeksplor kemampuan sebagai orang tua ya, semangaaattt...
haiiii.... dadah2 ke Rumi n Bumi
ReplyDeleteWaaa hebat Vivi, ngajarinnya gmn mak supaya pinter nulis *salahfokus*. Daku ngajarin nulis anak buat persiapan ujian kelas 6 aja ga bisa hahahaha, sodorin ke bapaknya yg memang kerjaannya nulis
ReplyDeleteVivi hebaat, mengikuti jejak emak ya jadi penulis
ReplyDeletemakasih mama Thifa, Vivi memang hebat, tapi klo emaknya kan cuma perusuh :D
ReplyDeletengajarinnya ya sembari aku sendiri belajar mak, jadi kayak belajar kelompok gitu heheheee... aku juga minta tolong salah seorang teman penulis sih mba utk ngajarin Vivi secara intens. soalnya klo yg ngajari emaknya sendiri pasti ntar jadinya rusuh deeehh :D
ReplyDelete[…] saat besoknya akan tes pelajaran IPS (yang sempat terinterupsi oleh peristiwa ini). Pada mata pelajaran itu dibahas tentang beda antara Desa dan Kelurahan, komplit dengan struktur […]
ReplyDelete[…] cerita tentang termuatnya tulisan Vivi itu pernah kutulis di sini. Saat ini dia masih menunggu terbitnya buku tersebut (emaknya nunggu transferan honor, […]
ReplyDeleteAih, Bu. Bacanya jadi terharu :D
ReplyDelete